SOERAT KABAR

ASURAVADA

TRAGEDI BERDARAH KERETA API PENINGGALAN DJAMAN KOLONIAL

HALAMAN 13

20 Oktober 1955

TRAGEDI 1955: SEPOER KOLONIAL HENTIKAN LAJOE SETELAH KETJELAKAAN DI LEMBAH MIDJEN.


Semarang, 17 Oktober 1955. Seboeah kedjadian tragis mendjadikan djalur sepoer warisan kolonial Belanda jang mengaboengkan Semarang dengan Djogdja itoe terpaksa dihentikan. Sepoer jang berangkat pada malam hari, pukul 19.13 WIB, tergelintjir di tikungan tadjam Lembah Midjen, dalam keadaan berkaboet tebal serta ganggoean teknis jang hingga kini belom terdjelaskan.Sebanjak 42 penoempang tewas di tempat, dan tidak ada jang dapat diselamatkan. Rakjat setempat mendengar teriakan-teriakan jang menggema hingga dini hari, disertai dentoeman keras di sela-sela alas dan lereng.Setelah kedjadian itoe, operasie sepoer dihentikan, serta bangkai rangkaian dibiarkan beroedjak di djalur mati. Pemerintah mendjalankan penyelidikan, namun hasil resmi tidak pernah diumumkan.

Hingga sekarang, tragedi Lembah Midjen tetap mendjadi duka jang tidak terlupakan dalam sedjarah perkereta-apian di tanah air.

WARGA KECAMATAN MIDJEN MENGEVAKUASI BANGKAI KERETA PADA DINI HARI. —Dokumentasi.


Dalam kedjadian jang mengenaskan itoe, korban jang telah hilang njawa ditemukan di dalam toedjoe gerbong kereta api. Sebagian luka-luka akibat bentroekan keras, namun tidak sedikit jang mendjadi mangsa maut tanpa sebab.Hal ini mendjadikan gempar diikuti oleh pertanjaan di kalangan pendjoeloek dan wakil-wakil keloearga korban. Kedjanggalan ini menimbulkan persoalan jang membingungkan perihal sebab-moesabab kematian jang tidak sepadan dengan djedjak luka fisik.Setelah diadakan pengoesoetan lebih dalam oleh pihak berwadjib serta tim forensik, sebab kematian para korban tidak dapat ditempoe melalui ilmu kedokteran. Peristiwa ini lantas disebut sebagai kedjadian mistis jang menjeramkan bagi kalangan warga setempat.

DOKUMEN RAHASIA MILIK ASURAVADA


Asuravada bukanlah agama. Melainkan muntahan dari doa-doa yang tak pernah terkabul, dari air suci basi di mulut para pendeta luhur. Ia lahir dari bangkai Tuhan yang tidak pernah bangkit, dan dari manusia-manusia yang muak mendengar kata “pengampunan” diucapkan oleh ludah para pendosa.Kami percaya: Tuhan adalah kematian, sebab manusia terlalu menjijikkan untuk diselamatkan. Dan karena itu, kami tak berdoa, kami memaksa manusia menghadapi kepunahan, untuk melahirkan Sang Hyang Agung ke dunia.


[Transkrip #014: Pelepasan Rahasia – “Manifesto Ratha Kudus”]
Disalin dari naskah tua yang dijahit dengan benang darah dan kain beledu, ditemukan dalam relung tersembunyi di balik ruang kendali utama Ratha Kudus. Tercatat jauh sebelum Perjalanan Pertama yang tak pernah selesai. Tiga nama yang tak hanya lahir dari rahim manusia, melainkan dipahat dari ibadat dan darah. Mereka adalah tanda. Adalah lambang. Adalah tiga bayangan terakhir sebelum Tuhan yang lama tidur dibangunkan dari pusar rel tua.
Si Pencinta (The Lovers)
Ia bicara seperti malam yang tak mengizinkan fajar, laku dan matanya tak pernah melebihi satu napas. Namun tiap gerak tubuhnya mengisyaratkan pendar obsesif pada satu nama yang tak lagi berjejak di bumi.
Si Penyihir (The Magician)
Pengatur janji, penjaja takdir, penyulam mimpi dengan benang muslihat. Ia akan menawarkan pintu dengan senyum, lalu mengunci kembali tanpa suara. Tiap katanya adalah simpul,
tiap tindakannya adalah cermin berkabut; memantulkan harapan yang menyesatkan.
Si Bodoh (The Fool)
Tak jahat, pun, sadar. Namun justru dalam ketidaksadaran, tertanam kebebalan paling luhur: keinginan untuk melakukan segalanya tanpa indahkan batas realitas dan ilusi. Tawanya, meski riang, adalah peringatan bahwa kehancuran tak selalu datang dengan raungan.

TATA TERTIB PENUMPANG RATHA KUDUS

1. Usia bukan sekadar bilangan.
Hanya mereka yang telah melintasi dua dasawarsa layak melangkah di atas karpet merah darah ini. Masa kecil tak diizinkan menodai sutra hitam gantung yang berbisik di langit-langit.
2. Pastikan kamu manusia, bukan setan.
Selama kau piawai merangkai kisah dan lihai menuturkan lakon, datanglah, kami terima dengan tangan terbuka. Segala rupa tokoh dua dimensi kami sambut, termasuk yang berhulu dari wujud tak manusiawi—mereka yang memanggul aura gaib atau darah dari dunia yang tak kasatmata. Kecuali yang dilanggar oleh penciptanya. (* Contoh: Angel Devil ✔ Von Lycaon ✗)
3. Hadir adalah bertahan.
Langkahmu dicatat. Sapa-sapamu dihitung. Senyummu ditakar. Setiap abdi wajib menyemai sekurangnya 40 jejak digital selama delapan hari. Yang hening, dilupakan. Yang lenyap, ditelan.
4. Bertutur manis, bersuara dalam topeng.
Ratha Kudus bukanlah tempat bagi kata jujur. Di sini, kau hidup dalam sandiwara. Lakukan lakonmu. Jangan tersandung di panggung berlapis beludru.
5. Darah tak boleh menetes di atas meja porselen.
Pertikaian dunia nyata dilarang memasuki gerbong. Tak ada lingkar dalam. Tak ada kasta bisik. Semua setara di hadapan api lilin yang menyala redup.
6. Gagal mengabdi berarti dikeluarkan dari mimpi.
Panitia tak buta. Mereka ramah, tapi tak segan mencabut nyawa panggungmu. Jika kau tersesat dari jadwal, beritahu kami sebelum peluit terakhir berdentang. Mungkin masih ada tempat bagimu di bab selanjutnya.
7. Nafas malam bukan untuk siang.
Dalam gerbong Ratha Kudus, hasrat tak dilarang, namun ia harus tahu waktu. Segala bentuk percakapan, ekspresi, atau pertunjukan bernuansa NSFW hanya diperkenankan muncul antara pukul 21.00 hingga 04.30 pagi. Di luar jam itu, biarkan lidahmu mengenakan renda. Jagalah kesucian gerbong dari desir yang terlalu nyaring. Kenikmatan, jika salah waktu, bukan lagi puisi, melainkan desahan yang menodai tirai.

INGATLAH: bahkan gairah pun memiliki etika, dan waktu adalah penjaga terakhir dari ilusi yang ingin kita rawat. Langgar, dan kau akan dicatat—bukan sebagai abdi, tapi sebagai noda dalam catatan malam.

Jika kau masih yakin hendak naik…
…pastikan kau tak lupa jalan pulang.
Jika masih ada.

KABAR TERKINI

ASURAVADA

REKONSTRUKSI KERETA API PENINGGALAN HINDIA BELANDA

HALAMAN 04

21 Juni 2025

TENTANG KERETA DAN REL YANG TELAH LAMA HILANG

Terinspirasi dari horor gema logam yang menggerus rel dalam malam yang membisu, Kereta Api Ratha Kudus, adalah wahana yang dibangun ulang bagi mereka yang membayar bukan sekadar mata uang, melainkan jiwa yang dipendar manusiawi.Dipugar dalam keanggunan gaya lama Belanda, dipadukan dengan tajamnya jiwa Jawa, kereta ini tak sekadar mengangkut raga, ia membawa kenangan, utang, dan nama-nama yang nyaris dilupakan. Dengan lantunan Bossanova Java yang meresap lembut di tiap sudut gerbong, ilusi pun terjalin rapi seolah kau tengah menapaki perjalanan hangat era 1990-an, di mana kemewahan berselimut dalam kesederhanaan yang menipu.Segalanya tampak wajar, mulia, dan terukur, hingga delapan jam berlalu.Dan kereta itu tak kunjung berhenti.Kini, tanyakan pada dirimu sendiri: Apa yang akan kaulakukan saat waktu menyimpang dari jalurnya? Ke mana langkahmu akan tertuju saat roda tak lagi menuju tujuan—hanya menderu, meraung, makin liar setiap detiknya? Masihkah ada jalan pulang ke tanah asalmu, ataukah kabut dan uap mesin telah menelan namamu tanpa sisa?

Pelestari Peradaban, Pewaris Keagungan, Jalan Tembaga Raya Nomor 7, Yogyakarta 55161.

Ratha Kudus, lokomotif pusaka peninggalan Hindia Belanda yang telah dipugar dengan ketekunan dan kehati-hatian luhur.Kereta ini bukan sekadar sarana perjalanan, melainkan wadah penjelajahan batin dan budaya: dari pelataran berkabut di dataran tinggi Dieng hingga relung-relung kota Surakarta yang hening dan bermartabat. Setiap gerbong disusun dengan sentuhan estetika klasik: ukiran jati tua, kelir damask, dan hidangan dari dapur bangsawan lintas peradaban. Layanan diselenggarakan oleh pelayan-pelayan terlatih yang menjunjung tinggi etiket dan kesantunan warisan.Perjalanan ini bersifat eksklusif, terbatas, dan tidak diperuntukkan bagi khalayak luas. Ia ditujukan bagi pribadi-pribadi agung yang menghayati nilai keaslian, kelangkaan, dan kebermaknaan.Bila berkenan mengiyakan undangan ini, mohon sampaikan konfirmasi kepada kami secepatnya. Tempat amat terbatas dan tidak tersedia ulang.Kurator Warisan Adiluhung Nusantara
✉️ [email protected]
📞 +62-274-666-999